Kamis, 12 September 2019

Sejarah Desa Paningkiran

Asal mula Desa Paningkiran Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka. Pada zaman dahulu menurut sejarah dalam cerita sesepuh Desa Paningkiran, bahwa nama PANINGKIRAN itu berasal dari kata PANYINGKIRAN, karena lughat kata lisan orang jawa itu berbeda dengan orang sunda maka PANYINGKIRAN menjadi PANINGKIRAN.

Menurut sesepuh pada zaman dahulu ada seorang yang bertapa diatas batu besar yaitu bernama Syekh Maulana Syarif Hidayatullah (Syekh Amrullah) atau Gusti Sinuhun Gunung Jati. Beliau bertapa atas ijin Ki Kuwu Cirebon sebagai Uwanya. Setelah sekian lama Gusti Sinuhun Gunung Jati bertapa mendapat wangsit (petunjuk) bahwa di dalam batu itu ada penghuninya, yaitu mahluk berupa manusia. Pada saat itu secara kebetulan datanglah Ki Kuwu Cirebon untuk menengok  Gusti Sinuhun Gunung Jati. Kemudian Ki Kuwu Cirebon bertanya ; ada wangsit / petunjuk apa selama bertapa? Kemudian Gusti Sinuhun Gunung Jati menjawab dengan isyarat yaitu tangannya menunjuk kearah batu yang sedang di dudukinya. Kemudian Ki Kuwu Cirebon memahami isyarat tersebut, tidak lama kemudian beliau mengerahkan sebagian tenaga dalamnya, lalu batu besar itu mula-mula retak kemudian belah menjadi dua. Maka ada daerah itu diberi nama BATU BELAH, yaitu dekat Desa Randegan Beber. Bersamaan dengan belahnya batu tersebut keluarlah bayangan samar-samar, kemudian bayangan itu oleh Ki Kuwu disorot dengan ketajaman pandangan matanya dan dengan konsentrasi maka bayangan itu menjelma berubah wujud menjadi seorang anak laki-laki yang diberi nama Ki RASA. Setelah besar dan dewasa Ki RASA menikah. Dari hasil pernikahannya mempunyai dua anak laki-laki yaitu anak pertama diberi nama SELA MADENDA yang kedua diberi nama TALI RASA.

Setelah kedua anaknya dewasa Ki Kuwu Cirebon datang ke tempat kediamannya. Ki Kuwu bertanya kepada keduanya sebagai berikut ; Hai Sela Madenda dan Tali Rasa lihat apa ini yang di pegang oleh Kakek?” Sela Madenda menjawab ;”Yang ditangan kanan buah labuh”, Tali Rasapun menjawab pula ;”Yang di tangan kiri adalah buah Kelapa”. Kemudian keduanya balik bertanya; “Akan dibagaimanakan kedua buah itu, Kek?” Kedua buah ini akan Kakek lempar dan engkau harus mengikuti jejak arah buah tersebut, dimana buah itu berhenti disitulah engkau bertempat tinggal. Lalu labuh itu dilempar ke arah Barat Laut dan kelapa dilempar ke arah Barat Daya (Pegunungan). Tak lama kemudian kedua anak tersebut pergi mengikuti arah sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Ki Kuwu Cirebon.

Dalam perjalanan keduanya singgah di wilayah selatan yaitu KADIPATEN. Setelah bertahun-tahun bermukim di wilayah tersebut, masyarakat atau penduduk setempat banyak yang menaruh simpadi kepada keduanya (Sela Madenda dan Tali Rasa).

Pada suatu hari di tempat itu akan diadakan pemilihan pimpinan yang akan memimpin rakyatnya. Karena keduanya sama-sama mempunyai banyak pengikutnya, maka terjadilah kemelut antara Sela Madenda dan Tali Rasa, namun sang kakak menjadi gelap mata dan menusuk adiknya sendiri hingga Tali Rasa pingsan. Dalam keadaan pingsan Tali Rasa dilempar dan dihanyutkan ke Sungai CILUTUNG. Karena Sela Madenda dianggap menang maka langsung diangkat menjadi pemimpin di daerah tersebut dan daerah itu diberi nama Desa PANYINGKIRAN.

Bagaimana nasib Tali Rasa? Tali Rasa yang hanyut lama kelamaan minggir ke darat. Setelah siuman dia terkejut atas kejadian yang menimpanya; pakaian basah, perutnya robek sampai isi perutnya keluar. Dengan segera Tali Rasa memasukkan kembali isi perutnya ke dalam perut. Tali Rasa mengobati lukanya hingga sembuh di wilayah JATI TUJUH. Setelah sekian lama tinggal di Jati Tujuh Tali Rasa yang mempunyai sifat yang baik akhirnya mendapat kepercayaan menjadi pemimpin di salah satu wilayah Jati Tujuh yang diberi nama Desa PANYINGKIRAN Kecamatan Jati Tujuh.

Mendengar Tali Rasa masih hidup dan menjadi pemimpin di Desa Panyingkiran Jati Tujuh, maka Sela Madenda khawatir dan berkeinginan untuk menyerang adiknya. Namun niat Sela Madenda tersebut sudah terdengar beritanya oleh Tali Rasa. Sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana, Tali Rasa tidak mau rakyatnya menjadi korban peperangan dan diapun menyadari walau bagaimanapun Sela Madenda adalah saudara satu-satunya.

Akhirnya tidak ada jalan lain kecuali harus segera pergi (menyingkir) menuju ke Tenggara tepatnya di Desa Sepat. Di Desa Sepat Tali Rasa bertemu dengan Ki Gede Sepat. Ki Gede Sepat bertanya kepada Tali Rasa; “Wahai Ksatria dari mana asalmu dan akan kemana, apa maksud dan tujuannya?” Kemudian Tali Rasa menjawab;” Ampun Ki Gede Sepat hamba pemimpin Desa Panyingkiran Kecamatan Jati Tujuh, kedatangan hamba kesini adalah menghindari kemelut yang akan terjadi, karena saudara hamba Sela Madenda pemimpin Desa Kadipaten akan menyerang hamba, hamba tidak mau rakyat menjadi korban. Oleh karena itu hamba lebih baik menghindar dan mengalah demi ketentraman hidup rakyat hamba.

Setelah mendengar cerita Tali Rasa, Ki Gede Sepat menilai bahwa dalam diri Tali Rasa terdapat jiwa seorang perwira yang patut dihargai. Akhirnya Tali Rasa disambut dengan baik, kemudian Tali Rasa dipersilahkan untuk bermukim di suatu tempat yaitu DUKUH TAKUNG, yang sekarang di kenal dengan nama DUKUH ANDAR. Sejak kedatangan Tali Rasa Dukuh Andar menjadi sebuah desa yang diberi nama Desa PANINGKIRAN yaitu di Blok Satu.

Dan di tempat inilah lahir beberapa orang tokoh yang memilik ilmu kesaktian diantaranya :
  • Buyut Raksabaya
  • Den Tar
  • Den Leman
  • Den Brahim dan
  • H. Isma

Dan diantara kelima tokoh tersebut yang menjadi Kuwu pertama adalah H. ISMA

Berikut ini nama-nama Kuwu yang pernah menjabat di Desa Paningkiran :
  1. Kuwu H. Isma                                            (Tahun 1921-1931)
  2. Kuwu Tahir                                                (Tahun 1931-1941)
  3. Kuwu Yusuf Tamen                                  (Tahun 1941-1952)
  4. Kuwu Saji                                                   (Tahun 1952-1953)
  5. Kuwu Durakhim                                       (Tahun 1953-1975)
  6. Kuwu Asma Rasim                                   (Tahun 1975-1986)
  7. Kuwu PJS E. Daryani                              (Tahun 1986-1988)
  8. Kuwu Asep Sudarsono                            (Tahun 1988-1998)
  9. Kuwu Wahyudin                                      (Tahun 1998-2008)
  10. Kuwu Asep Sudarsono                            (Tahun 2008-2014)
  11. Kuwu Dedi Karyadi S.Sos                       (Tahun 2014-2015)
  12. Kuwu Suharto, S.Pd.                                (Tahun 2015-2021)

5 komentar:

  1. Masa hiya orang paningkiran keturunan bayang-bayang sih..
    Sepertinya ini adalah legenda lebih tepatnya, bukan teks sejarah.��

    BalasHapus
  2. Sejarah ngaco, paningkiran itu desa tertua pemekaran dari sepat. Tepatnya pada tahun 1879an sepat terbagi menjadi 2 wilayah pemekaran dan pada tahun 1901ann yang menjabat kuwu Pertama desa paningkiran itu bukan H isma tpi melainkan kakeknya H Isma yang bernama Mbah KH ishak, smpe tahun 1920an, karena Mbah KH ishak ketika menunaikan ibadah haji ke tanah suci, beliau mengajak cucunya yaitu H isma, karena kebiasan orang dahulu ketika memanggil KH ishak itu dengan sebutan nama cucunya yaitu Mbah isma ( embahnya, kakeknya Isma) maka mba KH Ishak disebut dengan sebutan Mbah Haji Isma.) tpi bukan berarti H isma adalah kuwu pertama paningkiran melainkan yang jadi kuwu pertama itu Kakeknya. Karena putranya KH Ishak yang bernama KH mursana yang menjabat kuwu pertama desa bojong kulon pada tahun 1912. Jdi tidak mungkin, masa paningkiran desa tertua kuwu pertamanya tahun 1920, sedangkan putranya aja menjabat kuwu bohong kulon thn 1912.
    Kemudian stelah KH ishak Meninggal digantikan oleh keponakannya menjadi kuwu kedua yaitu Mbah Mutakhir alias kuwu Tahir.
    Tolong dibenahi kembali sejarahnya
    Terimakasih.

    BalasHapus
  3. Mau tanya kalau di paningkiran ada gak Bapak Abdul Jalil yg pernah menjabat kuwu katanya dahulu kalanya terimakasih

    BalasHapus
  4. Maaf prapatan bukan paningkiran

    BalasHapus
  5. Sejarah singkat Desa paningkiran
    Dahulu kala diDesa paningkiran adalah sebuah hutan belantara yang terkenal dengan nama hutan leuwih jurig karena terkenal keangkarannya suatu ketika ada rombongan utusan sakti dari Cirebon mencoba masuk kewilayah itu namun terhalang sebuah sungai yang cukup lebar rupanya pemimpin rombongan itu adalah orang yang mempunyai keilmuan cukup tinggi dengan mengubah dirinya menjadi jembatan sehingga rombongan itu bisa melewatinya setelah sampai dihutan leuwih jurig mereka berinteraksi dg makhluk ghaib sekitarnya lalu ditebanglah hutan tersebut dan dijadikan pemukiman atau markas untuk persiapan penyerangan terhadap pasukan Rajagaluh...singkat cerita sekian lama hidup di hutan leuwih jurig sampe akhirnya pemimpinnya meninggal ditempat Krn usia dan terkenal dg nama kigede panangkaran atau kalo sekarang disebut paningkiran...kenapa penangkaran? Karena dahulu nya ketika sedang membuat permukiman disekitar itu yg dulunya angker setelah di netralisir banyak pendatang dari semua wilayah atau berkumpul berkembang biak ditempat itu yg menangkar (wadah) semua pendatang dan hingga saat ini lebih terkenal dg Desa paningkiran yg dulunya Tempat penangkaran(kumpulan pendatang dari semua wilayah) oleh kigede panangkaran yg berhasil membuka lahan pemukiman dan mengalahkan pasukan Galuh dan meninggal di tempat itu Krn usia.
    Demikian cerita bersumber dari sesepuh kita Almarhum bapak Suryaman yg suka dipanggil bapak SUR.
    Cerita berkisar antara tahun 1988-1989 ketika saya SMP.

    BalasHapus